Angkutan
barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang. Mobil barang
dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
a. rasio
Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan
di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
b. untuk
pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia; atau
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah. Yang mana yang
dimaksud dengan “kepentingan lain” adalah kepentingan yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan keamanan, sosial, dan keadaan darurat yang disebabkan
tidak dapat menggunakan mobil penumpang atau mobil bus.
Angkutan
umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat,
aman, nyaman, dan terjangkau. Dalam hal ini Pemerintah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan angkutan umum. Adapun tugas pemerintah yaitu:
1) Pemerintah wajib menjamin
tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota
antarprovinsi serta lintas batas negara.
2) Pemerintah Daerah provinsi
wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau
barang antarkota dalam provinsi.
3) Pemerintah Daerah
kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan
orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.
4) Penyediaan jasa angkutan
umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan
angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas:
a. angkutan orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan
b. angkutan orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek.
Yang dimaksud
dengan “trayek” adalah lintasan Kendaraan Bermotor Umum untuk pelayanan jasa
angkutan, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, serta lintasan
tetap, baik berjadwal maupun tidak berjadwal.
Perusahaan
Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal angkutan umum yang
meliputi:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keterjangkauan;
e. kesetaraan; dan
f. keteraturan.
Standar pelayanan
minimal angkutan harus berdasarkan pelayanan jenis yang telah diberikan yang
diatur dalam peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek
Jenis pelayanan angkutan
orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek terdiri atas:
a. angkutan
lintas batas negara, yaitu angkutan dari satu kota ke
kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum
yang terikat dalam trayek.
b. angkutan antarkota
antarprovinsi yaitu, angkutan dari satu kota ke kota
lain yang melalui daerah kabupaten/kota yang melewati satu daerah provinsi yang
terikat dalam trayek.
c. angkutan antarkota dalam
provinsi, yaitu angkutan dari satu kota ke kota lain
antardaerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi yang terikat dalam
trayek.
d.
angkutan perkotaan, yaitu angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam
kawasan perkotaan yang terikat dalam trayek. Kawasan perkotaan yang dimaksud
berupa:
a. kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau
c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih daerah
yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.
e.
angkutan perdesaan yaitu angkutan dari satu tempat ke
tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang tidak bersinggungan dengan trayek
angkutan perkotaan.
Kriteria
pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek
sebagaimana dimaksud dalamrus:
a. memiliki
rute tetap dan teratur,
b. terjadwal,
berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di Terminal untuk
angkutan antarkota dan lintas batas negara; dan
c.
menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan
perkotaan danperdesaan.
Jaringan trayek
dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan:
a. tata ruang
wilayah;
b. tingkat
permintaan jasa angkutan;
c.
kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d.
ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e.
kesesuaian dengan kelas jalan;
f.
keterpaduan intramoda angkutan; dan
g.
keterpaduan antarmoda angkutan.
Penyusunan
rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi
terkait. Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah instansi pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan seperti
Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perhubungan, Dinas Industri, Dinsa Perdagangan
dan Badan Pemerintah Daerah (Bapeda).
Rencana
umum jaringan trayek yang dimaksud terdiri atas:
a.
jaringan trayek lintas batas negara;
b.
jaringan trayek antarkota antarprovinsi;
c.
jaringan trayek antarkota dalam provinsi;
d.
jaringan trayek perkotaan; dan
e.
jaringan trayek perdesaan.
Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling
lama 5 (lima) tahun.
Jaringan trayek perkotaan disusun berdasarkan kawasan perkotaan.
Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud ditetapkan
oleh:
a. Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
b. gubernur untuk
kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi; atau
c.
bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah
kabupaten/kota.
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas
negara sebagaimana ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian
antarnegara. Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud dibuat berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jaringan trayek
dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum ditetapkan oleh:
a. Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum antarkota
antarprovinsi dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu) provinsi;
b. gubernur untuk
jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum antarkota dalam provinsi
dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; atau
c.
bupati/walikota untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
perkotaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan
dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum perdesaan
ditetapkan oleh:
a. bupati untuk kawasan
perdesaan yang menghubungkan 1 (satu) daerah kabupaten;
b. gubernur untuk kawasan perdesaan yang melampaui 1 (satu) daerah
kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
c. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk kawasan perdesaan yang melampaui satu daerah
provinsi
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
tidak dalam trayek terdiri atas:
a.
angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b.
angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c.
angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d.
angkutan orang di kawasan tertentu.
Angkutan orang dengan menggunakan taksi harus digunakan untuk
pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan
perkotaan. Yang dimaksud dengan “dari pintu ke pintu” adalah pelayanan
taksi dari tempat asal ke tempat tujuan (door to door) dan yang dimaksud
dengan “wilayah operasi” adalah kawasan tempat angkutan taksi beroperasi
berdasarkan izin yang diberikan. Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan dapat:
a.
berada dalam wilayah kota;
b.
berada dalam wilayah kabupaten;
c.
melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi;
atau
d.
melampaui wilayah provinsi.
Wilayah
operasi dalam kawasan perkotaan dan jumlah maksimal kebutuhan taksi ditetapkan
oleh:
a.
walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kota;
b. bupati untuk taksi
yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten;
c. gubernur untuk
taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten
dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau
d. Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan
untuk taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah provinsi.
Angkutan orang dengan tujuan tertentu dilarang menaikkan dan/atau menurunkan
Penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan
angkutan orang dalam trayek. Yang dimaksud dengan “keperluan lain”
adalah angkutan yang digunakan untuk karyawan dan keperluan sosial, antara
lain, melayat, olahraga, dan hajatan. Angkutan orang
dengan tujuan tertentu diselenggarakan dengan menggunakan mobil penumpang umum
atau mobil bus umum.
Angkutan orang untuk keperluan pariwisata harus digunakan untuk pelayanan
angkutan wisata. Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisataharus
menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus, yang
dimaksud dengan “tanda khusus” antara lain adalah tulisan pariwisata dan
nama perusahaan. Selain itu angkutan orang untuk
keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum
dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk
pariwisata.
Angkutan di kawasan tertentu harus dilaksanakan melalui pelayanaan
angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan. Angkutan orang di kawasan
tertentu harus menggunakan mobil penumpang umum.
Evaluasi
wilayah operasi dan kebutuhan angkutan orang tidak dalam trayek dilakukan sekurang-kurangnya
sekali dalam 1 (satu) tahun dan diumumkan kepada masyarakat.
Angkutan Masal
Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan
untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di
kawasan perkotaan. Yang dimaksud dengan “angkutan massal berbasis
Jalan”adalah suatu sistem angkutan yang menggunakan mobil busdengan lajur
khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan
peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal. Dan yang dimaksud dengan
“kawasan perkotaan” adalah kawasanperkotaan megapolitan, kawasan metropolitan,
dan kawasan perkotaan besar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Angkutan massal
harus didukung dengan:
a. mobil bus yang
berkapasitas angkut massal;
b. lajur khusus
adalah lajur
yang disediakan untuk angkutan massal berbasis jalan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. trayek
angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal maksudnya
trayekangkutan
umum memiliki kesamaan dengan trayekangkutan massal sehingga memungkinkan
timbulnya persaingan yang tidak sehat
d. angkutan pengumpan adalah
(feeder)” adalah
angkutan umum dengan trayek yang berkelanjutan dengan trayek angkutan massal.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai angkutan massal diatur dalam peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Angkutan barang
dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas:
a.
angkutan barang
umum.
Yang dimaksud dengan “angkutan barang umum”
adalah angkutan barang pada umumnya, yaitu barang yang tidak berbahaya dan
tidak memerlukan sarana khusus.
Pengangkutan barang umum harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas Jalan;
2. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat
dan membongkar barang; dan
3. menggunakan mobil barang.
b.
angkutan barang
khusus.
Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus”
adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk
mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, dan gas, peti kemas, tumbuhan,
hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya, antara lain:
1.
barang yang mudah meledak;
2.
gas mampat, gas cair, gas
terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu;
3.
cairan mudah menyala;
4.
padatan mudah menyala;
5.
bahan penghasil oksidan;
6.
racun dan bahan yang mudah
menular;
7.
barang yang bersifat
radioaktif; dan
8.
barang yang bersifat korosif.
Kendaraan Bermotor yang mengangkut
barang khusus wajib:
1.
memenuhi
persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
2.
diberi tanda
tertentu sesuai dengan barang yang diangkut;
3.
memarkir
Kendaraan di tempat yang ditetapkan;
4.
membongkar dan
memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai
dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
5.
beroperasi pada
waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
6.
mendapat
rekomendasi dari instansi terkait.
Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi
yang melebihi dimensi yang ditetapkan harus mendapat pengawalan dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut
barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk
barang khusus yang diangkut.
Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang
menyerahkan barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan
dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan
Bermotor Umum.
Penyelenggara
angkutan barang yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus wajib
menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan
sistem dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang
tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan Bermotor Umum.
Angkutan Multimoda
Angkutan multimoda adalah angkutanbarang dengan menggunakan
paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak
yangmenggunakan dokumen angkutan multimoda dari 1 (satu) tempat penerimaan
barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk
penyerahan barang tersebut. Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian
angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda. Kegiatan
angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang
dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau
badan hukum moda lain. Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem
dan mendapat izin dari Pemerintah.
Perizinan Angkutan
Perusahaan Angkutan Umum
yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam
trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak
dalam trayek; dan/atau
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus
atau alat berat.
Kewajiban memiliki izin tidak berlaku untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan
ambulans; atau
b. pengangkutan jenazah.
Izin yang dimaksud berupa dokumen kontrak
dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas:
-
surat keputusan
-
surat pernyataan, dan
-
kartu pengawasan.
Pemberian izin dilaksanakan
melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan. Izin dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada
beberapa trayek dalam satu kawasan. Izin penyelanggaraan angkutan uumum berlaku
untuk jangka waktu teertentu dan
Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi
atau pelelangan.
Izin
Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek
Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek
diberikan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk penyelenggaraan
angkutan orang yang melayani:
1.
trayek lintas batas negara sesuai dengan
perjanjian antarnegara;
2.
trayek antarkabupaten/kota yang melampaui
wilayah 1 (satu) provinsi;
3.
trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah
1 (satu) provinsi; dan
4.
trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)
provinsi.
b.
gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:
1. trayek antarkota yang
melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
2. trayek angkutan perkotaan
yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
3. trayek perdesaan yang
melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu provinsi.
c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang seluruhnya berada
dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
d. bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang
yang melayani:
1.
trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten; dan
2.
trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten.
e. walikota untuk
penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek perkotaan yang berada dalam
1 (satu) wilayah kota.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam
Trayek
Izin
penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek diberikan oleh:
a. Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
untuk angkutan orang yang melayani:
1. angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah
provinsi;
2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
3. angkutan pariwisata.
b. gubernur untuk
angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Gubernur Daerah Khusus
Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah
operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan
d.
bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah
operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan
Alat Berat
Izin penyelenggaraan
angkutan barang khusus diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari
instansi terkait.
Izin penyelenggaraan angkutan alat berat diberikan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Tarif
Angkutan
Tarif Penumpang terdiri atas:
a. tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam trayek; dan
b. tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek.
v Penetapan tarif kelas ekonomi dilakukan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani trayek
antarkota antarprovinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan yang
wilayah pelayanannya melampaui wilayah provinsi;
b. gubernur untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota
dalam provinsi serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang melampaui batas satu
kabupaten/kota dalam satu provinsi;
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani trayek antarkota
dalam kabupaten serta angkutan perkotaan dan perdesaan yang wilayah
pelayanannya dalam kabupaten; dan
d. walikota untuk angkutan orang yang melayani trayek angkutan
perkotaan yang wilayah pelayanannya dalam kota.
v Penetapan tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas
nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.
Subsidi Angkutan
Penumpang Umum dengan tarif kelas ekonomi pada
trayek tertentu dapat diberi subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Industri Jasa Angkutan Umum
Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang
memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.
Untuk mewujudkan
standar pelayanan dan persaingan yang sehat Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah harus:
a. menetapkan
segmentasi dan klasifikasi pasar;
b. menetapkan
standar pelayanan minimal;
c. menetapkan
kriteria persaingan yang sehat;
d. mendorong
terciptanya pasar; dan
e. mengendalikan
dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum
KASUS
Kasus yang ada saat ini
diantaranya:
Ø Banyak
angkutan umum yang beroperasi dalam penentuan tarif tidak sesuai dengan yang
ditetapkan pemerintah, jadi penentuan tarif yang tidak menentu setiap
menggunakan angktan umum tersebut, sehingga membuat pengguna merasa tertipu dan
kecewa atas angkutan umum tersebut.
Ø Seperti
di daerah-daerah tertentu banyak izin trayek yang disalah gunakan oleh angkutan
umum, jadi angkutan umum mempunyai traye-trayekk baru yang keluar dari trayek
yang telah ditetapkan pemerintah untuk memenuhi load facrtor angkutan
tersebut. Hal ini perlu pengawasan dari pemerintah dan instansi terkait agar
hal seperti ini bisa diatasi.
Ø Banyaknya
kejadian yang tidak di inginkan di angkutan umum seperti tindakan pemerkosaan
dan asusila, sehingga membuat para penumpang (demand), khususnya para
wanita menjadi takut dan khawatir untuk menggunakan angkutan umum. Oleh sebab
itu, cara apa yang sebaiknya di lakukan pemerintah agar dapat mengatasi hal
tersebut.
KESIMPULAN
Undang-undang Nomer 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan memuat hal-hal berkaitan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), antara
lain tentang:
kewajiban bagi
perusahaan untuk memenuhi SPM (pasal 141 ayat 1)
SPM diberikan
sesuai dengan tingkat pelayanan (pasal 141 ayat 2)
penyelenggaraan
angkutan orang dalam trayek wajib memenuhi SPM (pasal 177)
tarif penumpang
ditetapkan berdasarkan, salah satunya, pemenuhan atas SPM (pasal 183 ayat 1)
jasa angkutan
umum harus memenuhi SPM (pasal 198 ayat 1)
persaingan dan
pelayanan harus sesuai dengan SPM (pasal 198 ayat 2)
implementasi SPM
perlu dipantau dan dikendalikan (Pasal 198 ayat 2)
penyelenggara
terminal wajib memenuhi SPM (Pasal 41 ayat 1).
Pasal 141
(1) Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan
minimal yang meliputi:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan;
d. keterjangkauan;
e. kesetaraan; dan
f. keteraturan.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.
Pasal 177
Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib:
a. melaksanakan ketentuan yang
ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan
b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar
pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).
Pasal 183
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan
menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh
Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan
masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
Pasal 198
(1) Jasa angkutan umum harus
dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan
mendorong persaingan yang sehat.
(2) Untuk mewujudkan standar
pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:
a. menetapkan segmentasi dan
klasifikasi pasar;
b. menetapkan standar pelayanan
minimal;
c. menetapkan kriteria persaingan
yang sehat;
d. mendorong terciptanya pasar; dan
e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan
umum.
Pasal 41
1)
Setiap
penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan
standar pelayanan yang ditetapkan.
Referensi dari Undang-Udang Nomer 22
tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan